
Mendengar Suara-Nya
“Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.” (Yohanes 10:4)
Domba dikenal sebagai binatang yang mudah tersesat, terutama ketika ada selingan (distractions) di sekelilingnya. Tapi kalau domba yang sedang tersesat mendengar suara gembalanya memanggil, maka domba tersebut akan berusaha kembali kepada gembalanya. Mengapa? Karena domba tersebut mengenal suara gembalanya. Demikian pula dalam kehidupan kita, manusia berdosa digambarkan seperti domba yang tersesat, masing-masing mengambil jalannya sendiri (Yesaya 53:6). Tetapi ketika Roh Kudus bekerja mengadakan perubahan dalam diri kita, maka kita akan mulai berjalan kembali kepada Gembala kita yang baik, karena kita mengenai suara-Nya. Allah memanggil kita domba-domba-Nya untuk kembali kepada-Nya, dan menunjukkan jalan yang terbaik bagi kita. Namun, ketika kita berbicara tentang “panggilan” di kalangan orang Kristen, kita akan menemukan berbagai konotasi; mulai dari pekerjaan atau profesi, tujuan hidup, pelayanan gerejawi, sampai pasangan hidup. Jadi, apakah pengertian yang tepat mengenai panggilan Allah?
The Call
Kata panggilan yang biasa kita pakai berasal dari Bahasa Latin ‘vocatio’, yang dalam Bahasa Inggris diterjemahkan sebagai vocation. Sayangnya kata vocation sering diartikan semata-mata sebagai pekerjaan (job). Atau di kalangan orang Kristen, panggilan seringkali dipersempit menjadi panggilan sebagai pendeta, misionaris, penginjil, atau bentuk pelayanan full-time lainnya, baik di gereja maupun di organisasi Kristen lain. Padahal, kata panggilan (vocation) sebenarnya memiliki makna yang lebih dalam dan luas dari kedua pengertian di atas. Di dalam Alkitab sendiri kata “panggilan” dipakai dalam konteks yang cukup beragam, misalnya: pemberian nama (Lukas 1:13), sebutan atau julukan (Lukas 1:32), undangan pesta (Matius 22:4), sapaan (Matius 22:45), penerimaan (Lukas 15:21), dsb.
Os Guinness, dalam bukunya “The Call: Finding and Fulfilling the Central Purpose of Your Life”, menegaskan bahwa di dalam Alkitab Allah adalah Pihak yang aktif memberikan panggilan (the Caller), dan manusia, secara khusus umat-nya, adalah pihak yang menerima panggilan (the called). Manusia yang berdosa dengan kemampuan sendiri tidak mungkin memanggil (berseru) kepada Allah (Roma 10:14). Hanya ketika Allah memanggil dan memampukan kita untuk mendegar suara-Nya terlebih dahulu, barulah kita dapat berespons dan berseru kepada-Nya. Guinness kemudian membagi definisi panggilan di dalam Alkitab ke dalam 4 pengertian utama. Pertama, di Perjanjian Lama panggilan memiliki pengertian yang sederhana dan dalam konteks yang relasional, mirip seperti panggilan telepon kepada seseorang yang kita kenal di jaman sekarang. Kedua, di Perjanjian Lama, memanggil berarti memberi nama dan dengan demikian menjadikan, misalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi “Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah terang.’ Lalu terang itu jadi.” (Kejadian 1:3), atau ketika Allah memanggil Yakub “Israel” (Kejadian 32:28). Di dalam Alkitab, kedua pengertian ini berkaitan erat karena nama seseorang bisa menjadi kesimpulan dari identitas dan tujuan hidup yang Allah berikan kepada orang tersebut.
Ketiga, dengan disempurnakannya pewahyuan Allah melalui Perjanjian Baru, panggilan itu identik dengan keselamatan, yaitu panggilan Allah kepada manusia untuk kembali kepada-Nya melalui Yesus Kristus. Pengertian ini juga nampak jelas dalam makna gereja (Yunani –ekklesia) sebagai “yang dipanggil keluar”. Keempat, di dalam Perjanjian Baru panggilan Kristen juga berarti hidup di bawah ketuhanan Kristus (the lordship of Christ) dalam segala hal, seperti yang Paulus tegaskan di Kolose 3:23 “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Dengan kata lain, setiap langkah yang kita ambil atau setiap keputusan yang kita buat haruslah kita persembahkan kepada Kristus.
R. Paul Stevens, dalam bukunya “The Complete Book of Everyday Christianity” memberi penekanan khusus kepada pengertian ketiga dan keempat di atas, dan mengkategorikannya sebagai panggilan primer atau utama (primary calling) dan panggilan sekunder atau spesifik (secondary or specific calling). Panggilan primer, menurut Paul Stevens dapat dijabarkan ke dalam 3 hal utama, yaitu: 1. Menjadi milik Kristus (to belong to Christ), 2. Menjadi serupa dengan Kristus (to be like Christ), 3. Mengikut Kristus (to follow Christ). Sedangkan, panggilan sekunder dapat dimengerti sebagai panggilan Tuhan secara spesifik dimana ada keyakinan khusus untuk mengerjakan sesuatu hal. Dari kedua kategori panggilan ini, panggilan primer dari Allah tentunya sangat esensial sebagai landasan kita mengerti panggilan sekunder (spesifik).
Sebagai contoh, dua isu yang sering menjadi perbincangan mahasiswa dan juga alumni adalah isu mengenai pekerjaan dan pasangan hidup. “Pekerjaan apakah Tuhan kehendaki untuk saya lakukan?” “Bagaimanakah saya bisa mengetahui kapan waktunya saya perlu mencoba pekerjaan lain?” “Apakah dia adalah pasangan hidup yang Tuhan kehendaki bagi saya?” “Haruskah saya bertahan dalam relasi saya saat ini, ataukah sebaiknya saya akhiri?” Hal-hal ini memang penting untuk digumulkan. Akan tetapi, jika kita ingin memberikan respons yang benar sesuai dengan kehendak Allah, maka kita perlu menyadari bahwa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas perlu didasari oleh respons yang benar terhadap panggilan primer kita sebagai umat Allah.
The Primer
“Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.” (Mazmur 119:9)
Bagaimanakah seekor domba dapat membedakan suara gembalanya dari suara-suara lain? Karena domba tersebut mengenali gembalanya. Demikian pula jika kita ingin membedakan suara Allah dari suara-suara lain di dunia ini, maka kita perlu mengenal Allah secara intim. Tidak ada formula instan untuk mengenal Allah secara intim, selain melalui disiplin rohani yang kita jaga secara konsisten: membaca dan merenungkan Firman Tuhan, berdoa, dan bersekutu di dalam komunitas orang beriman. Pertama, Allah sudah memberikan blueprint suara-Nya di dalam Alkitab. Membaca dan merenungkan Firman Tuhan di dalam Alkitab adalah petunjuk untuk kita mengenali suara Tuhan yang sejati, di tengah-tengah kebisingan dunia. Kemudian doa adalah komunikasi kita dengan Tuhan, tidak hanya sekedar untuk menyodorkan shopping list kita kepada Tuhan, tapi justru belajar mendengar suara-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Bersekutu dalam komunitas orang beriman itu juga penting karena Allah juga seringkali berbicara melalui nasihat dari saudara-saudari seiman kita di dalam Kristus. Dari teologi Kristen yang kita impor dari dunia Barat, secara tidak sadar kita mungkin terpengaruh oleh paham privatisasi iman (privatization of faith), bahwa “Imanku adalah urusanku. Imanmu adalah urusanmu.” Dengan demikian banyak orang Kristen kemudian menjalani hidup berimannya secara tersendiri, tidak mau saling mencampuri urusan satu sama lain. Padahal kita berjalan tidak hanya bersama Gembala Agung kita, tetapi juga bersama domba-domba Allah lainnya. Di Pistos edisi sebelumnya, Ko Ian (Adrian Nugroho) sudah membagikan bagaimana komunitas Kristen adalah tempat di mana kita melatih iman dan karakter melalui relasi dan interaksi kita satu sama lain. Di dalam komunitas Kristen, kita juga akan diminta untuk saling bertanggung jawab (being accountable) atas pertumbuhan diri sendiri maupun orang lain. Di samping itu, dalam kaitannya dengan mengenali panggilan Allah, komunitas Kristen seperti ISCF adalah wadah di mana kita dapat menggumulkan mengenali panggilan Allah bersama-sama.
The Specifics
Hal-hal apa sajakah yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mengenali panggilan Allah secara spesifik dalam hidup kita? Setidaknya, ada 4 hal yang penting. Pertama, kita perlu mempertimbangkan bakat kemampuan (talent, ability) kita masing-masing. Kemampuan terbesar yang kita miliki seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam menentukan bidang studi, pekerjaan atau pelayanan yang kita kerjakan. Namun, kadangkala bidang studi yang kita ambil ketika kuliah tidak mendukung bakat kemampuan yang kita miliki. Perlu diperhatikan bahwa pada umumnya latar belakang pendidikan adalah pertimbangan yang penting bagi banyak perusahaan dalam mencari karyawan. Tetapi pada saat yang sama, kita dapat terus mengembangkan bakat kemampuan kita, sambil menunggu kesempatan dimana kita bisa menggunakan bakat tersebut di dalam konteks pekerjaan. Kedua, Allah juga menanamkan kerinduan (passion) yang dapat bervariasi di antara berbagai individu. Misalnya, sebagian orang memiliki kerinduan untuk melayani anak-anak, namun sebagian lain terpanggil untuk melayani remaja atau mahasiswa. Ketiga, Allah juga membuka kesempatan (opportunities) yang berbeda-beda untuk masing-masing individu. Misalnya, ketika saya lulus dari NTU (jurusan Computer Engineering), saya mendaftar kerja di berbagai perusahaan, dan membuka diri untuk berbagai posisi baik programmer, analyst, ataupun consultant. Setelah berusaha (mengirimkan resume, mengikuti wawancara) dan menunggu selama beberapa bulan, akhirnya terbuka kesempatan dimana saya diterima bekerja sebagai IT analyst di suatu rumah sakit. Saya mempertimbangkan bahwa bekerja sebagai IT analyst adalah pekerjaan yang sesuai dengan ability (latar belakang pendidikan) dan passion (melayani orang lain) saya -di mana saya melayani pengguna komputer (IT) di rumah sakit, yaitu para suster dan dokter, sehingga mereka dapat melayani pasien secara. Dengan demikian, saya berkeyakinan bahwa itu adalah panggilan Allah bagi saya pada saat itu. Hal keempat, yang juga penting untuk kita pertimbangkan dalam mengenali panggilan Allah secara spesifik adalah afirmasi (affirmation) dari orang-orang sekitar yang mengenal kita dengan baik. Seperti yang sudah disebutkan di atas, komunitas di mana kita bersekutu dan bertumbuh dapat menolong dalam memberikan peneguhan tentang panggilan kita secara spesifik. Misalnya, jika seseorang merasa terpanggil untuk melayani sebagai pemimpin pujian di persekutuan, tentunya perlu ada afirmasi dari teman-teman di persekutuan bahwa orang tersebut memang memiliki kemampuan public speaking dan setidaknya dapat bernyanyi sesuai nada yang tepat untuk bisa memimpin pujian.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah bahwa Tuhan mungkin memimpin kita dari satu panggilan spesifik ke panggilan spesifik yang lain, misalnya: pindah tempat tinggal, pindah pekerjaan atau karir, ganti bidang pelayanan, pindah gereja, ganti jurusan, dsb, sesuai dengan masa dan konteks hidup kita pada saat itu. Akan tetapi panggilan utama kita sebagai anak-anak Allah, to belong to Christ, to be like Christ, and to follow Christ, tidak pernah berubah. Kiranya melalui tulisan singkat ini, kita dapat memiliki pengertian yang lebih jelas tentang makna panggilan Allah dalam hidup orang beriman, dan dapat menerapkan dasar-dasar penting untuk memberikan respons dengan benar terhadap panggilan Allah yang utama maupun yang spesifik dalam kehidupan kita.
Soli Deo Gloria.
Written byMichael Senjaya Kang for Pistos August 2018 (Indonesian Ministry newsletter)